Sabtu, 26 Mei 2012

TEMPE KEDELAI HITAM

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO

TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja)

YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI

Nurhidajah 1, Syaiful Anwar 2, Nurrahman 2

Abstrak

Pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan berbagai reaksi kimia yang bersifat menguntungkan atau merugikan. Protein merupakan salah satu zat gizi penting yang mudah bereaksi pada pengolahan dengan panas. Tujuan penelitian ini adalah menilai daya terima dengan variasi pengolahan, mengkaji kualitas protein in vitro pada tempe kedelai hitam dan membandingkan empat cara pengolahan (perebusan, pengukusan, penggorengan dan pemanggangan terhadap daya terima dan kualitas protein in vitro, dengan kontrol tempe kedelai hitam tanpa pengolahan.

Obyek penelitian adalah tempe kedelai hitam. Penelitian ini terdiri dari penelitian pendahuluan untuk menentukan karakteristik tempe dan menganalisis proksimatnya, dilanjutkan penelitian utama yang terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap 1 penetapan standar pengolahan dan tahap 2 analisis daya terima dan kualitas protein in vitro. Rancangan penelitian pendahuluan menggunakan faktorial 3x2 dengan faktor jumlah ragi dan ketebalan tempe, sedangkan pada penelitian utama adalah percobaan satu faktor dengan dasar rancangan acak lengkap (RAL) dan jumlah ulangan 4. Variabel yang diukur adalah daya terima dan kualitas protein meliputi kadar protein, daya cerna in vitro, asam amino dan Protein Digestibility Corrected Amino Acid Score (PDCAAS). Analisis data menggunakan uji Friedman untuk daya terima dan Anova (Analysis of variance) untuk kualitas protein.

Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan karakteristik tempe kedelai hitam yang terbaik yaitu tempe dengan penambahan ragi 3 g/kg kedelai dan ketebalan 2 cm. Standar pengolahan terpilih adalah perebusan pada suhu 100°C, 4 menit, pengukusan 70°C, 8 menit, penggorengan 180°C, 4 menit dan pemanggangan 190°C, 8 menit. Daya terima panelis tertinggi pada tempe kedelai hitam dengan proses penggorengan. Kadar protein dan daya cerna tertinggi pada pengukusan, mencapai 52,92% dan 81,06%. Total asam amino tertinggi pada kontrol dan menurun seiring dengan tingginya suhu pengolahan. PDCAAS menunjukkan metionin sebagai pembatas pada semua pengolahan dan kontrol.

Kata Kunci : Kedelai hitam, tempe, pengolahan, suhu tinggi, daya terima, daya cerna protein, PDCAAS

PENDAHULUAN

Salah satu zat gizi yang berubah oleh pemanasan adalah protein. Kebanyakan protein pangan terdenaturasi jika dipanaskan pada suhu yang moderat (60-90°C) selama satu jam atau kurang. Selain pemanasan, fermentasi merupakan proses pengolahan yang dapat meningkatkan daya cerna, kenampakan dan flavor.

Proses fermentasi menyebabkan tempe memiliki beberapa keunggulan dibandingkan kacang kedelai. Pada tempe, terdapat enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, sehingga protein, lemak dan karbohidrat menjadi lebih mudah dicerna. Kapang yang tumbuh pada tempe mampu menghasilkan enzim protease untuk menguraikan protein menjadi peptida dan asam amino bebas (Astawan, 2008).

Kedelai hitam merupakan salah satu varietas kedelai yang mempunyai banyak kelebihan, baik dari segi kesehatan maupun ekonomis. Penelitian tentang kedelai hitam masih terbatas pada kandungan senyawa fungsional yang terdapat pada bahan makanan. Sedangkan aplikasi kedelai hitam pada produk pangan seperti tempe belum dilakukan. Penelitian ini mengkaji aspek daya terima dan kualitas protein pada tempe dengan bahan dasar kedelai hitam.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji cara pengolahan dengan suhu tinggi pada tempe kedelai hitam terhadap daya terima panelis dan kualitas protein in vitro. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi secara ilmiah tentang daya terima dan kualitas protein secara in vitro pada tempe kedelai hitam dengan berbagai variasi pengolahan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini terdiri dari penelitian pendahuluan yang bertujuan untuk menentukan karakteristik tempe kedelai hitam yang terbaik dilanjutkan analisis proksimat.meliputi kadar air, abu, lemak dan protein. Penelitian utama terdiri dari 2 tahap, yaitu penetapan standar pengolahan dan tahap ke 2 adalah menganalisis daya terima dan kualitas protein in vitro meliputi analisis kadar protein, kecernaan, asam amino dan Protein Digestibility Corrected Amino Acid Score (PDCAAS).

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian pendahuluan adalah faktorial 3x2 dengan faktor penambahan ragi dan ketebalan tempe. Penelitian utama tahap 1 menggunakan rancangan faktorial 3x3 dengan faktor variasi suhu dan waktu pengolahan, sedangkan tahap ke 2 merupakan percobaan satu faktor dengan dasar rancangan acak lengkap (RAL) dan jumlah ulangan 4.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai hitam lokal varietas Wilis, ragi tempe diperoleh dalam bentuk jadi dengan merk Raprima Beberapa variasi yang dilakukan pada pembuatan tempe meliputi penambahan 2, 3 dan 4 gram ragi per kilogram kedelai kering, dan ukuran ketebalan tempe 2 dan 3 cm pada masing-masing variasi penambahan ragi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian terbaik pada penelitian pendahuluan terdapat pada tempe yang dibuat dengan penambahan ragi 3 g per kilogram kedelai kering dengan ketebalan 2 cm. Hasil analisis proksimat tempe kedelai hitam menunjukkan kadar air 64%, Protein 18,3 %, lemak 4 % dan abu 1%. Penelitian utama tahap 1 untuk penetapan standar pengolahan diperoleh hasil tertinggi pada perebusan dengan suhu 100°C selama 4 menit, pengukusan 70°C, 8 menit, penggorengan 180°C, 4 menit dan pemanggangan 190°C, 4 menit. Uji Statistik Friedman menunjukkan tidak ada pengaruh perebusan, penggorengan dan pemanggangan terhadap warna, 5 pengukusan dan pemanggangan .

Gambar 1.

Kesukaan Tempe Kedelai Hitam yang Diolah pada Suhu Tinggi

Tabel 1

Data Analisis Tingkat Kesukaan Tempe Kedelai Hitam

yang Diolah pada Suhu Tinggi

kadar protein tempe kedelai hitam berdasarkan bobot kering menunjukkan ada peningkatan setelah proses perebusan dan pengukusan. Hasil tertinggi ditunjukkan pada pengolahan tempe dengan pengukusan. Pada penggorengan dan pemanggangan mengalami penurunan. Hal ini karena pada proses penggorengan sebagian minyak goreng akan menempati rongga-rongga bahan (tempe kedelai hitam) menggantikan posisi air yang menguap, sehingga konsentrasi protein persatuan berat bahan menjadi lebih kecil, hal ini menyebabkan hasil analisis nitrogen dengan metode Mikro Kjeldahl kecil, dan kadar proteinnya menunjukkan hasil yang rendah. Analisis statistik dengan sidik ragam menunjukkan ada pengaruh variasi pengolahan dengan kadar protein tempe, dengan p = 0,046 < 0,05. Uji lanjut menggunakan uji HSD menunjukkan pengolahan dengan cara pengukusan mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan penggorengan. babkan hasil analisis nitrogen dengan metode Mikro Kjeldahl kecil, dan kadar proteinnya menunjukkan hasil yang rendah. Analisis statistik dengan sidik ragam menunjukkan ada pengaruh variasi pengolahan dengan kadar protein tempe, dengan p = 0,046 < 0,05. Uji lanjut menggunakan uji HSD menunjukkan pengolahan dengan cara pengukusan mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan penggorengan.

Kadar Protein Tempe Kedelai Hitam dengan Variasi Pengolahan (Bobot

Kering)

Tabel 2.

Hasil Uji Tukey (HSD) Kadar Protein Tempe Kedelai Hitam

dengan Variasi Pengolahan

Pengolahan

Kadar protein (g/100g)

Kontrol

(47,4± 2,71)ab

Perebusan

(48,2 ± 2,85)ab

Pengukusan

(55,42 ±8,66)ab

Penggorengan

(33,75 ± 6,85)ab

pemanggangan

(42,54 ± 8,82)ab

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α 0,05.

Daya cerna protein menunjukkan hasil tertinggi pada pengolahan dengan pengukusan, yaitu mencapai 81,16% dan terendah pada penggorengan yaitu 46,27%. Total asam amino tempe kedelai hitam menunjukkan kecenderungan yang tinggi pada kontrol dan menurun seiring dengan suhu penglahan. Komposisi asam amino menunjukkan persen menurun tertinggi pada pemanggangan mencapai 41,09%.

Gambar 3.

Daya Cerna Protein Tempe Kedelai Hitam yang diolah

pada Suhu Tinggi

Tabel 3.

Hasil Uji Tukey (HSD) daya cerna tempe kedelai hitam yang diolah pada Suhu Tinggi

Pengolahan

Daya Cerna Protein

Kontrol

(56,79 ± 11,47)b

Perebusan

(50,29 ± 9,76)b

Pengukusan

(81,04± 13,47)a

Penggorengan

(48,63 ± 5,92)b

pemanggangan

(40,36 ±6,79)b

Keterangan : Angka yang diikkuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α 0,05.

Hasil penelitian Suhairi (2007), daya cerna protein yang diuji secara in vitro

pada daging meng diolah. Menurut Lehninger (1998), proses pemanasan dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein yang mengai oleh huruf keciaf α 0,05 alami peningkatan setelah kibatkan terbukanya susunan tiga dimensi molekul protein menjadi struktur yang acak. Dengan terbukanya lipatan protein menyebabkan enzim pencernaan lebih mudah untuk menghidrolisis dan mudah memecah protein menjadi monomer-monomer.

Komposisi asam amino tempe kedelai hitam menunjukkan metionin sebagai asam amino pembatas sementara asam glutamat menunjukkan angka yang sangat tinggi dibandingkan dengan asam amino yang lain. Selain metionin, lisin terdapat dalam jumlah yang kecil. Dibandingkan dengan PERSAGI (2005), lisin menjadi asam amino pembatas pada kacang kedelai yang dibuat tauco. Hal ini dapat diambil kesamaan, lisin menjadi pembatas pada kacang kedelai yang dibuat produk fermentasi.

Gambar 4.

Total Asam Amino Tempe Kedelai Hitam dengan Variasi Pengolahan

pada Suhu Tinggi

Menurut Basmal, Utomo dan Taylor (1997), lisin sebagai salah satu komponen penyusun protein bersifat mudah rusak selama pengolahan dengan panas, termasuk didalamnya perebusan, sterilisasi serta mudah teroksidasi dan rusak karena aktivitas bakteri atau reaksi maillard.

Gambar 5.

Komposisi asam amino tempe kedelai hitam dengan variasi pengolahan pada suhu tinggi

Analisis statistik menunjukkan tidak ada pengaruh pengolahan terhadap total asam amino, dengan F hitung 1,62 dan p= 0,180 > 0,05. Penurunan total asam amino tertinggi pada pengolahan dengan pemanggangan yang mencapai 41,09%. Tempe kedelai hitam yang diolah dengan penggorengan mempunyai kandungan total asam amino terkecil, tetapi penurunannya juga relatif kecil.

Analisis statistik dengan sidik ragam menunjukkan ada pengaruh pengolahan terhadap asam amino esensial dan non esensial meliputi leusin, lisin, valin, asam glutamat, serin dan arginin, sedangkan asam amino lainnya tidak menunjukkan ada pengaruh. Hasil analisis asam amino tempe kedelai hitam menunjukkan kecenderungan asam amino pada kontrol lebih tinggi dibandingkan setelah pengolahan dengan panas, baik untuk asam amino esensial maupun non esensial. Kecenderungan ini menggambarkan sebagian asam amino bersifat reaktif oleh pemanasan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kanoni, Hadiwiyoto dan Naruki (1992) bahwa perlakuan pemanasan dapat berpengaruh terhadap asam-asam amino penyusun proteinnya.

Tabel 4

Perbedaan asam amino tempe kedelai hitam dengan hariasi pengolahan pada suhu tinggi

Perhitungan Protein Digestibility Corrected Amino Acid Score (PDCAAS), bagi golongan usia dewasa, asam amino metionin dari tempe kedelai hitam pada kontrol mencapai 45% dan mengalami penurunan setelah proses pengolahan. Hal ini dapat diartikan tempe kedelai hitam dapat memenuhi 45% asam amino yang dibutuhkan orang dewasa, tetapi setelah proses pengolahan akan menurun tajam sampai tinggal 9,5%.

Perhitungan PDCAAS secara keseluruhan menunjukkan proses pengolahan tempe kedelai hitam dengan pemanggangan mempunyai nilai asam amino esensial terendah dibandingkan kontrol. Penelitian ini menunjukkan asam amino metionin pada tempe kedelai hitam menjadi asam amino pembatas pada semua variasi pengolahan termasuk kontrol. Anonim (2008) menerangkan bahwa metionin / sistein adalah asam amino esensial pembatas bagi orang dewasa di hampir semua makanan. Hasil perhitungan PDCAAS disajikan pada Tabel 5. hasil perhitungan pada Tabel 20 sesuai dengan PERSAGI (2005), bahwa metionin atau asam amino sulfur merupakan pembatas pada bahan makanan yang berasal dari kacang-kacangan.

Tabel 5.

Hasil Perhitungan PDCAAS untuk Golongan Dewasa pada Tempe Kedelai Hitam

AAE

PDCAAS UNTUK DEWASA (%)

kontrol

rebus

kukus

goreng

panggang

Isoleusin

404.8

210.1

352.2

208.7

168.7

Leusin

224.9

86.0

95.8

54.5

45.2

Lisin

60.8

44.7

48.6

32.7

22.6

Metionin

45.0

18.5

9.5

9.7

16.6

Phenilalanin

218.2

133.7

231.4

115.6

74.3

Tyrosin

47.1

31.8

60.6

31.6

28.7

Valin

443.9

214.3

379.6

227.8

266.4

SIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian yang telah dipaparkan dapat disimpulkan pengolahan dengan perebusan, pengukusan, penggorengan dan pemanggangan masing-masing pada suhu dan waktu 100°C, 4 menit, 70°C, 8 menit, 180°C, 4 menit dan 190°C, 4 menit. Daya terima panelis pada tempe kedelai hitam yang meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur untuk kontrol dinilai suka, perebusan dan pengukusan dinilai tidak suka, penggorengan mendekati sangat suka dan pemanggangan tidak suka.

Kadar protein (Bobot kering) tertinggi pada tempe kedelai hitam terdapat pada proses pengukusan sebesar 52,92 g% dan terendah pada penggorengan sebesar 36,27 g%, daya cerna protein tempe kedelai hitam yang diuji secara in vitro untuk kontrol, perebusan, pengukusan, penggorengan dan pemanggangan masing-masing 56,79, 50,29, 81,04, 48,63 dan 40,36 % . Total asam amino tempe kedelai hitam yang tertinggi pada tempe kedelai hitam kontrol yaitu sebesar 997,58 mg/g protein, dan terendah pada penggorengan 509,61 mg/g protein. Protein Digestibility Corrected Amino Acid Score (PDCAAS) yang dihitung untuk golongan dewasa menunjukkan metionin sebagai asam amino pembatas pada tempe kedelai hitam baik kontrol maupun setelah pengolahan. Daya terima yang terbaik pada tempe kedelai hitam adalah pengolahan dengan penggorengan, dan kualitas protein meliputi kadar protein, daya cerna, kandungan asam amino dan PDCAAS yang terbaik adalah pengukusan.

Disarankan pada pembuatan tempe kedelai hitam adalah dengan penambahan ragi 3 g per kilogram kedelai kering dengan ketebalan 2 cm yang merupakan hasil terbaik dalam pembuatan tempe kedelai hitam. Proses pengolahan yang baik untuk mempertahankan kualitas protein sebaiknya menggunakan pemanasan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi, misalnya pengukusan dengan suhu 70°C. Daya terima terhadap bahan makanan khususnya tempe kedelai hitam yang diolah dengan pengukusan dapat ditingkatkan dengan variasi bumbu dan bentuk hidangan.

DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. 2008. Sehat Dengan Tempe.Panduan Lengkap Menjaga Kesehatan dengan Tempe. PT Dian Rakyat, Jakarta.

Kanoni,S., S, Hadiwiyoto., S, Naruki. 1992. Bahan Ajar Biokimia dan Teknologi Protein Hewani. PAU Pangan dan Gizi, UGM, Yogyakarta.

Lehninger, A.L. 1998. Dasar-Dasar Biokimia. Terjemahan, M. Thenawidjaja. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

PERSAGI. 2005.Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta.

Suhairi, L. 2007. Pemanasan Berulang terhadap Kandungan Gizi Sie Reuboh. Makanan Tradisional Aceh. Tesis Magister Ilmu Pangan. IPB, Bogor