Sabtu, 31 Maret 2012

Gula Semut Penopang Kesejahteraan

Gula Semut Penopang Kesejahteraan

Gula semut menjadi satu penopang kesejahteraan warga Kokap Kulonprogo. Sayangnya selama ini dalam produksi gula semut, mereka hanya mengandalkan proses pengolahan tradisional. Guna meningkatkan kapasitas produksi, Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB) dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UGM memberikan bantuan rumah produksi kepada warga. "Ini bisa menaikkan harga jual gula semut. Kalau biasanya harganya Rp12 ribu per kilogram dari petani dengan hadirnya alat pengolah, kami optimis harganya bisa meningkat," kata Rumini (35) anggota Kelompok Usaha Tani Anggrek, Hargotirto, Kokap Kulonprogo, Sabtu (18/2).
Rumini mengaku senang dengan adanya bantuan yang diberikan. Tiap hari setidaknya mereka bisa hasilkan sebanyak 3 kg gula semut. Hal senada juga dikatakan Biyantoro (52) anggota Kelompok Tani Aneka Karya yang menyebutkan selama ini masyarakat setempat memakai kayu bakar untuk mengolah nira menjadi gula semut. "Bantuan alat bisa meningkatkan kapasitas produksi juga dapat membantu menjaga kelestarian lingkungan. Bisa mengurangi penebangan pohon dan penggunaan kayu sehingga alam tetap terjaga," kata Biyantoro.
Ratna Djoko Suyanto, Ketua II Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu menuturkan sejak 2010 kawasan desa Hargotirto resmi jadi Desa Sejahtera. Aneka program telah berjalan untuk pemberdayaan masyarakat menuju hidup sejahtera.
Peresmian Rumah Produksi Gula Semut Mbok Tani dan peresmian Sanitasi Masyarakat (Sanimas) lewat fasilitasi pembangunan sanitasi (MCK) disebutkan membawa optimisme warga Hargotirto menjadi lebih sejahtera. "Alat produksi bantuan Presiden semoga benar-benar bermanfaat. Bisa meningkatkan produksi gula semut," kata Ratna.
Secara khusus pihak SIKIB mengapresiasi program yang dikerjakan lewat kepedulian mahasiswa dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN) PPM UGM. Model pelaksanaan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan jadi inspirasi bagi program serupa di seluruh kampus Tanah Aair. "UNESCO bahkan memberikan di tahun 2007 KKN UGM yang diakui satu-satunya perguruan tinggi Indonesia sebagai regional center of excellent," katanya.
Adi Wibowo ST, Manajer Pelayanan Masyarakat LPPM UGM menyatakan pengembangan gula semut untuk mengatasi rendahnya produksi gula semut. Proses pengolahan masih dilakukan secara konvensional terutama pada proses pengentalan, pengkristalan, dan pengeringan diubah dengan memanfaatkan teknologi tepat guna. Pengolahan secara konvensional butuh waktu lama seperti untuk 15-20 liter nira yang menghasilkan 3,5 kg gula semut butuh waktu 6-8 jam. "Kalau menggunakan alat hanya butuh waktu 2-4 jam untuk mengolah 105-120 liter nira menjadi 17,5-20 kg gula semut," katanya.
Kapasitas produksi juga meningkat yaitu sekitar 20 kg gula semut, sementara dengan proses manual dalam satu kali produksi hanya akan dihasilkan 1 kg gula semut. Pengolahan dengan alat juga menghemat penggunaan energi dan biaya karena dengan mengolah 80 kg gula semut secara manual butuh 2 meter kubik kayu bakar seharga Rp140 ribu. "Kalau pengolahan dengan alat hanya membutuhkan energi dengan biaya Rp100 ribu," kata Adi.
Sementara itu, Prof Danang Parikesti, Ketua LPPM UGM menegaskan banyak perubahan yang terjadi di Hargotirto setelah daerah tersebut resmi menjadi Desa Sejahtera. Cara berpikir maupun semangat yang dimiliki telah menjadikan LPPM UGM secara perlahan akan mulai melepas pembinaan yang telah dilakukan. "Antusiasme masyarakat besar, bagaimana langkah memberdayakan, dan memandirikan masyarakat bisa terjadi. Semangat ini patut ditularkan ke desa-desa lain," katanya.
Kunci sukses pemberdayaan dan pengembangan masyarakat yaitu bila perhatian potensi dikenali oleh perguruan tinggi yang mendampingi, hal serupa bisa berlaku untuk daerah lain. Tiap daerah memiliki potensi yang berbeda yang bisa diangkat.
Hasto Wardoyo, Bupati Kulon Progo yang turut hadir menyebutkan pengembangan industri gula semut dengan pendirian sarana rumah produksi dan pembuatan alat produksi positif bagi pengembangan perekonomian di wilayahnya. "Harapan saya, ini bisa jadi semangat dan motivasi bagi masyarakat dan pemerintah daerah Kulonprogo untuk membuat program serupa bangun daerah," katanya.
Potensi pengembangan produk kelapa, jadi satu andalan Desa Hargotirto. Setidaknya ada 70 kelompok penyadap nira untuk 16.815 pohon kelapa yang produktif. "Sebagian besar masyarakat penyadap nira merupakan masyarakat prasejahtera yang butuh pengembangan usaha," katanya. n Much Fatchurochman


http://qrcode.kaywa.com/img.php?s=8&d=m.%20khadik%20asrori%0D%0Afb%20%3A%20khadik%20astro%0D%0Atelp%20%3A%20081937066766
khadik_astro@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar